Jamsostek Pilar Utama Penyangga Jaminan Sosial Nasional

Posted on Kamis, 30 Desember 2010 and filed under . You can follow any responses to this entry through theRSS 2.0 . You can leave a response or trackback to this entry from your site

Kepala PT. Jamsostek (Persero)
H.Hotbonar Sinaga

Di suka atau tidak, PT.Jamsostek  (Persero) yang berusia 33 tahun pada tanggal 5 Desember 2010 merupakan pilar utama penyangga dalam penyenggaraan Jaminan Sosial Nasional.Peran PT.Jamsostek ini semakin terasa pentingnya pada saat negeri ini dilanda hirup pikuk pembahasan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di DPR yang menimbulkan polemik pro dan kontra tentang badan hukum apa dan bagaimana penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional itu.

Selama 33 tahun ini dengan tak pernah henti-hentinya PT Jamsostek (Persero) yang mengelola asset yang sampai saat ini mencapai Rp.98,4 trilyun dana titipan milik pekerja, terus memperluas kantor pelayanan dan meningkatkan azas manfaat  bagi peserta perlindungan dasar baik dari kalangan pekerja formal maupun informal.

Dalam berbagai kesempatan dan forum,Direktur Utama PT.Jamsostek (Persero) H.Hotbonar Sinaga mempresentasikan peran Jamsostek,seolah berdiri di tengah menghadapi pro dan kontra pembahasan RUU BPJS di DPR. PT Jamsostek (Persero) sendiri dihadapkan pada pilihan;  BPJS  berbadan hukum Single atau Multipayer. Dikelola oleh Badan Hukum BUMN atau Waliamanat.

Selama ini orang sering tidak bisa membedakan antara Jaminan Sosial dan Bantuan Sosial atau antara Asuransi Sosial dan Bantuan Sosial, padahal kedua-duanya memiliki karakteristik tersendiri. Menurut Hotbonar,Asuransi Sosial dan Bantuan Sosial itu berbeda. RUU BPJS menurut pandangan Hotbonar mencoba menyatukan penyelenggaraan kedua  skema  ini guna menghindari  kekacauan mekanisme pembiayaan dan desain manfaat. Tapi Dirut PT.Jamsostek (Persero) itu memiliki  pemikiran sendiri tentang  program asuransi sosial, menurut dia sebaiknya dipisah dengan program bantuan Sosial dalam BPJS.

Munculnya Komite AKSI Jaminan Sosial (KAJS) pasca Mayday 2010 merupakan Fenomena dalam gerakan Buruh di Indonesia, dengan  memperjuangkan terselenggaranya Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat dan Kaum Buruh Indonesia terutama menyangkut jaminan kesehatan seumur hidup tanpa limitasi jenis penyakit dan limitasi pembiayaan. Apa yang diperjuangkan KAJS bukan lagi kepentingn kaum buruh semata melainkan Jaminan Sosial dan Jaminan Kesehatan seumur hidup bagi seluruh rakyat. Apa artinya ini? Tidak lain adalah lompatan kedepan kesadaran Kaum Buruh yang telah lebih maju memikirkan dan memperjuangkan kepentingan seluruh Rakyat Indonesia.

Bagi mereka yang masih dihinggapi pemikiran Statusquo, apa yang dilakukan KAJS ini dianggap gerakan liar yang dimotifasi oleh kepentingan pribadi, bahkan tuduhan langsung yang tanpa dasar dilontarkan oleh seorang mantan menteri yang menganggap apa yang dilakukan KAJS adalah Neoleb. Padahal kenyataannya tidaklah demikian. KAJS yang didukung oleh 64 Elemen Masyarakat kini memiliki Power dan Bargaining yang tinggi dan diterima secara terhormat oleh banyak kalangan yang merasa punya kepentingan untuk mensejahterakan rakyat tanpa ada niat pencitraan terhadap diri pribadi untuk menghadapi dinamika Politik menjelang Suksesi Kepemimpinan Nasional Tahun 2014.

Tarik ulur dalam pembahasan RUU BPJS di Parlemen sesungguhnya mencerminkan sikap, apakah Pemerintah dalam menentukan kebijakan Jaminan Sosial berpihak kepada rakyat atau tidak, memiliki Politicalwill dan Goodwill atau tidak. itu sebabnya sekelompok masyarakat telah mengajukan gugatan Warga Negara terhadap penguasa Negeri ini (Presiden, Ketua DPR, Wakil Presiden dan 8 Menteri  yang terkait dengan penyeleng-garaan Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).

KAJS menempatkan Jaminan Sosial sebagai Issu Sentral 2010. Menjelang Reses DPR akan menjadi pertarungan yang sengit dari berbagai kepentingan untuk mengesahkan RUU BPJS, kemudian apakah Badan Hukum BPJS Waliamanat ataukah Badan Hukum BPJS tetap dibawah Kementrian BUMN seperti yang sekarang terjadi dan dialami oleh PT. Jamsostek (Persero) saat ini, sebagai operator BPJS, PT. Jamsostek (Persero) berada dibawah naungan kementrian BUMN. BPJS Tunggal harus ditolak apabila dimaksudkan untuk melebur empat operator penyelenggara Jamsos yang sudah ada  (PT. Jamsostek, PT. Askes, PT. Taspen dan Asabri).

Tetapi Badan Hukum BPJS yang Multipayer pun tidak bisa diterima apabila ke empat operator Jaminan Sosial harus memiliki atau dibuatkan, masing-masing Undang-undang tersendiri. Hal ini tidak cocok karena tidak sesuai dengan Amanat Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional SJSN yang mengamanatkan adanya Badan Penyelenggara Sosial (BPJS) harus dibentuk dengan Undang-undang (Pasal 5 ayat 1 Undang-undang SJSN No. 40 Tahun 2004). Idealnya memang hanya ada satu Undang-undang sebagai Paying yang memberi kewenangan hak hidup kepada ke empat operator Jamsos yang sudah ada.

Antara apa yang dikerjakan PT. Jamsostek (Persero) selama ini dengan apa yang diperjuangkan dengan KAJS sebenarnya sudah pararel. Kalaupun ada beda, tipis tapi prinsifiel. PT. Jamsostek (Persero) sendiri setuju BPJS dikelola secara khusus dalam Badan Waliamanat tetapi masih dalam lingkup Kementrian BUMN, menurut Hotbonar Sinaga, dianggapnya masih relevan. Berulang kali Hotbonar Sinaga menolak adanya peleburan ke empat operator Jamsos dalam satu wadah.
Mengapa alasan ini dipakai Hotbonar Sinaga? Menurutnya Wali Amanat merupakan turunan dari warisan hukum ANGLO SEKSON. Sedangkan kerangka hukum di Indonesia saat ini menggunakan prinsif Kontinental.

Penolakan PT. Jamsostek (Persero) terhadap BPJS tunggal karena hal itu dianggap bertentangan dengan Undang-undang no. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Pasal satu ayat dua Undang-undang 40/2004 tentang SJSN kata Hotbonar dalam sarasehan menyongsong lahirnya Undang-undang BPJS tanggal 18 Oktober 2010 yang diselenggarakn oleh Yayasan Tenaga Kerja Indonesia (YPKI) bersama Friedrich Ebert Stevetung “Sistem Jaminan Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan Program Jaminan Sosial oleh beberapa badan penyelenggara” jelas Hotbonar Sinaga mengutip Undang-undang No. 40 tahun 2004.

Penjelasan Undang-undang No. 40 Tahun 2004 alinea 10 menyebutkan “Program-program Jaminan Sosial tersebut diselenggarakan oleh beberapa BPJS. BPJS dalam Undang-undang ini adalah Transpormasi dari BPJS yang sekarang telah berjalan”.

Jika parlemen nantinya memaksakan keputusan BPJS berbentuk tunggal dengan melebur empat operator Jamsos yang ada, maka akan menghadapi resiko-resiko yang mungkin saja tidak atau kurang diperhitungkan seperti proses likuidasi operator yang telah ada (Jamsostek, Askes, Taspen dan Asabri), resiko dalam mengatur atau menyalurkan SDM, Intergari Asset, Data Kepesertaan dan Program akan merupakan kendala.

Dengan Undang-undangnya saja yang tunggal berfungsi sebagai Paying dari ke empat operator BPJS yang ada. Sedangkan BPJS yang Multipayer akan memberikan peluang terjadinya berbagai macam manipulasi dari kepentingan-kepentingan Politik. Memang dengan BPS yang Multipayer akan terakomodasikannya karakteristik kelompok penduduk yang tergolong miskin dan tenaga kerja informan sebagai penerima bantuan iuaran.

Dua hal inilah, Badan Hukum BPJS Tunggal atau Badan Hukun BPJS Multipayer yang kini mencuat sebagai medan pertempuran antara berbagai kepentingan. Begitu juga yang menyangkut bentuk Badan Hukumnya BUMN atau Badan Waliamanat. Kepentingan bukan hanya berbasis profit oriented, tapi juga kepentingan Politik ikut bermain. Apalagi kalau diingat masa menjelang pesta Demokrasi 2014 masalah SJSN dipastikan menjadi issu paling dominan untuk merebut hati rakyat,

Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional inilah yang dipertaruhkan dan menyangkut kredibilitas Pemerintah, siapapun yang menjadi Presidennya. Karena apa? Jaminan Sosial adalah hak dasar yang diakui secara Universal. Menjadi kepentingan seluruh warga Negara untuk menikmatinya. Tanpa kecuali apakah Pegawai Negeri Sipil, Tentara, Polisi, Pegawai Swasta, Pekerja Formal atau Non Formal, Nelayan dan seluruh Rakyat Indonesia. Padahal jutaan Rakyat belum tersentuh seperti Pekerja Informal, Pembantu Rumah Tangga, TKI, Petani dan Nelayan, Pedagang Asongan, dan kelompok masyarakat yang termarjinalkan.

Oleh karena itu saatnya Pemerintah harus membuat Trine Frame Jaminan Sosial yang jelas, yang juga harus tergambar dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) agar dapat memberi manfaat Jaminan Sosial kepada seluruh rakyat Indonesia (Universal Coverage) seperti minimal Program Kesehatan bagi seluruh Rakyat sudah harus tercapai dalam waktu dekat. Database Kependudukan harus segera di format  kembali secara definitive terutama tentang penduduk miskin.

Siapa sebenarnya yang layak disebut penduduk miskin?. Menurut Data BPS 2010 “Penduduk miskin adalah mereka yang memiliki penghasilan kurang dari Rp. 200,262/orang/bulan akumulasinya bisa mencapai 32,53 jiwa atau sekitar 14,15 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang kini mendekati 240 juta orang. Pertanyaannya, jika PT. Jamsostek (Persero) telah menempatkan dirinya sebagai pilar utama penyangga penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional, sudah siapkah Jamsostek untuk menyelenggarakan Jaminan Kesehatan bagi seluruh Pekerja Formal dan Non Formal ataupun para Pegawai Negeri Swasta? Ditengah-tengah berbagai pertarungan kepentingan Politik maupun Ekonomi, dibanyak kesempatan dan forum H.Hotbonar Sinaga menjawab lantang dengan satu kata “Siap!”.

0 Responses for “ Jamsostek Pilar Utama Penyangga Jaminan Sosial Nasional”

Leave a Reply

Recently Commented

Recent Entries

Photo Gallery