Jawablah Pertanyaan ini, Tuan Presiden!

Posted on Jumat, 31 Desember 2010 and filed under , . You can follow any responses to this entry through theRSS 2.0 . You can leave a response or trackback to this entry from your site

Menjelang tutup tahun 2010, ada suguhan istimewa dan menarik saat presiden SBY memberi kuliah umum di hadapan mahasiswa, dosen dan karyawan Institute Teknologi Surabaya serta sejumlah pimpinan musyawarah daerah Jawa Timur selasa, 14 Desember yang lalu.

Ini baru pertama kali SBY sebagai Presiden memberikan garis arah kemana tujuan pembangunan ekonomi mau dibawa. Dalam kuliah umum itu Presiden memberi titik berat untuk menjadikan Negeri ini benar-benar sebagai pasar. “Perekonomian tidak harus berorientasi export, sebab 230 juta penduduk itu market” – jelas presiden. Disini kita menjadi kagum atas pemikiran itu. Karena yang dicekoki adalah generasi muda kita, khususnya mahasiswa ITS Surabaya. Yang notabene karena kesibukan mereka berkuliah barangkali tidak  punya kesempatan datang ke Perpustakaan untuk membolak-balik teori-teori ekonomi yang pernah di ajarkan Founding Fathers kita seperti Bung Karno, Bung Hatta, Tan Malaka dan pemimpin-pemimpin bangsa ini dimasa lalu.

Kita percaya tentunya SBY sadar dan paham negeri kita ini negeri agraris, mayoritas penduduknya petani dan nelayan. Dus, SBY menginginkan para pemangku kepentingan ekonomi mengutamakan dan mengoptimalkan pasar dalam negeri seperti perdagangan antar pulau antar propinsi. Satu hal yang agaknya kurang dikritisi oleh para pengamat politik dan ekonomi terhadap isi kuliah, kita ulangi, “Perekonomian tidak harus berorientasi export sebab 230 juta penduduk itu market”. Sungguh pemikiran demikian itu sangat berbahaya bagi generasi muda, khusunya mahasiswa, luput dati telaah apa makna dan hakekat pernyataan Presiden itu.

Kita mestinya harus realistis dalam membangun perekonomian dan kesejahteraan Indonesia agar balance. Dengan bahasa awam, tentunya harus ada keseimbangan antara pengeluaran dan pemasukan. Dalam perekonomian makro keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan antara import (pengeluaran) dan export (pemasukan-devisa). Harus jelas apa yang harus di import dan apa yang harus di export. Kalau “Perekonomian kita tidak harus berorientasi export” lalu bagaimana kita harus mengusung pundi-pundi devisa?. Karena statemen SBY “untuk menjadikan 230 juta penduduk lebih itu sebagai market”. Tanpa disadari SBY telah mendorong bangsa ini menjadi bangsa konsumen bukan produsen. Disini yang kita sebut berbahaya.

Mari kita menelusuri pelajaran sejarah waktu di SMP. Indonesia telah dijadikan koloni oleh Belanda sejak adanya VOC tahun 1602 yang secara teoritik Belanda menginginkan memperoleh bahan mentah/rempah-rempah yang cukup, tenaga kerja yang murah dan sekaligus menjadikan Indonesia sebagai pasar. Itulah sebenarnya tipikal watak khusus kaum kolonial; Bahan mentah/rempah-rempah, tenaga kerja murah (kuli kontrak) dan pasar. Lalu siapakah yang dimaksud “Pemangku kepentingan ekonomi Indonesia mengutamakan dan mengoptimalkan pasar dalam negeri”. Sementara kalau pemangku kepentingan sekarang ini yang dimaksud adalah pengusaha Nasional atau domestik, mereka telah banyak yang bangkrut karena membanjirnya investor asing-kapitalis asing dan pengusaha pribumi kita kalah bersaing.

Disini barangkali kurang cermatnya SBY atau pembisik-pembisiknya dalam menganalisis politik ekonomi kita. Lupa? National Summit akhir 2009 merekomendasikan masuknya investor asing sebanyak-banyaknya dengan kemudahan regulasi, penjualan lahan murah dan memanfaatkan tenaga kerja murah yang digaji dibawah standard kebutuhan hidup layak. Judul kuliahnya membuat audiensinya berdecak. “Tekhnologi, Ekonomi dan masa depan Indonesia” dengan garansi pemerintah akan menjaga mekanisme pasar dan tidak akan menyerah pada mekanisme pasar sepenuhnya. Apa ya? Pasar yang telah sepenuhnya sudah didominasi kepentingan kapitalis global, apakah mau menyerah pada kemauan atau kebijakan pemerintah. Lupa? Pengusaha kapitalis asing ataupun domestik ternyata lebih berkuasa daripada penguasa. Yang berkuasa uang. Regulasi model apapun demi untuk kepentingan modal asing dan mengorbankan kepentingan Nasional kita, bisa dibuat dengan uang yang melimpah.

Lucunya lagi dan sangat mentertawakan (atau punya anggapan yang dikuliahi anak-anak TK) “Pemerintah tidak akan menyerahkan pada mekanisme pasar seperti ekonomi kapitalis”, Lho? Apakah ekonomi yang Tuan Presiden bangun saat ini, bukankah ekonomi kapitalis? Liberalisasi ekonomi disemua lini adalah teori dan ciri kapitalisme. Yang namanya “pasar“ adalah expresi daripada kebebasan bersaing, itulah liberalisme yang sebenarnya. Susah di atur.

Padahal ada rumus klasik untuk menentukan model atau macam apa sistem ekonomi yang kita bangun? Jawablah pertanyaan ini Tuan Presiden? Hak milik siapakah alat-alat produksi yang ada yang digunakan untuk membangun ekonomi kita. Hak milik perorangan (individu), swasta atau hak milik kolektif (negera). Dan apakah sudah digunakan untuk kemakmuran sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia. Privatisasi, apakah itu bukan ciri kapitalisme?. BUMN-BUMN dijual atau di swastakan ke tangan pengusaha asing maupun domestik, apakah itu bukan kapitalisme. Hanya ada dua pilihan dalam membangun struktur ekonomi. Kapitalisme atau Sosialisme. Jika hak milik atas alat-alat produksi dikuasai perorangan (individu) swasta ya itulah kapitalisme. Sebaliknya hak milik atas alat-alat produksi jika dikuasai secara kolektif (Negara) ya itulah sosialisme. Sekali lagi, jawablah pertanyaan ini Tuan Presiden. Pembangunan ekonomi macam apa yang anda pilih. Kapitalisme sepenuhnya seperti sekarang ini/Neo Liberalisme atau Sosialisme?.

0 Responses for “ Jawablah Pertanyaan ini, Tuan Presiden!”

Leave a Reply

Recently Commented

Recent Entries

Photo Gallery