30,5 Juta Jiwa Terancam Tergusur dari Ruang Sosialnya

Posted on Sabtu, 01 Januari 2011 and filed under , . You can follow any responses to this entry through theRSS 2.0 . You can leave a response or trackback to this entry from your site

Jakarta, Dinamika Buruh –Sekitar 30,5 juta jiwa yang dihidupi dari industri rokok dan tembakau terancam tergusur dari ruang sosialnya. Semua ini bisa terjadi bila pemerintah memaksakan kampanye anti rokok dengan sebuah Peraturan Pemerintah (PP). Rancangan PPnya sedang digodok pemerintah. Jika asap rokok dianggap mengganggu kesehatan dan menyebabkan kematian, maka pemaksaan adanya Peraturan Pemerintah (PP) tentang tembakau dibawah pemerintahan SBY akan berakibat lebih dahsyat dan fatal, seletik api rokok bisa membakar negeri ini, sebuah revolusi sosial tak terhindarkan - ungkap Haji Mukhyir Hasan Hasibuan, Pjs Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM) K.SPSI dengan geram saat diwawancarai secara eksklusif Dinamika Buruh di kantornya awal Desember 2010.

Haji Mukhyir mensinyalir, ada yang tidak beres dibalik politik anti rokok yang  sedang gencar dilakukan pemerintah. Sarat dengan muatan kepentingan asing. Sekedar diketahui, peraturan Gubernur DKI No. 88 Tahun 2010 tentang “Larangan merokok di tempat umum” merupakan kebijakan yang melanggar hak konsumen. Apa lagi ini mau dinasionalkan melalui peraturan pemerintah (PP) tentang tembakau. Kalau kita mau bicara secara adil dan jujur, jelas H. Mukhyir mengutip pakar lingkungan Fakultas Teknik UI, Dr Firdaus Ali MSc, polusi udara (asap) yang dihirup warga jika dihubungkan dengan kesehatan manusia, maka “kemacetan ibukota” berpotensi lebih besar bagi kerugian negara, dan keselamatan jiwa.

Hitung saja, dampak kemacetan mencapai Rp. 28,1 Trilyun pertahun. Dari jumlah itu yang paling mencemaskan adalah kerugian sektor keehatan sebesar Rp. 5,8 Trilyun. Belum lagi kerugian akibat banjir untuk 5 – 7 hari kasus banjir. Menurut hitungan Jaya Iqbal Farabi dari Pengurus Pusat HIPMI, sekitar Rp. 3 trilyun. Sedang pencemaran udara di Indonesia menurut staf ahli mentri kehutanan bidang lingkungan Yetti Rusli, telah memasuki fase mengkhawatir-kan. Apalagi dihitung menurut Standar WHO. Indonesia lebih parah dibanding Tokyo, Beijing, Seoul, Taipei, Bangkok, Kuala Lumpur dan Manila. Total estimasi polutan Co, di Jakarta saja adalah 686,864 ton per-tahun atau 48,6 persen dari jumlah lima polutan. Penyebab pencemaran udara 80 persen berasal dari ledakan populasi kendaraan bermotor dan selebihnya 20 persen domestik. Artinya, tambah Haji Mukhyir, polusi asap rokok belum ada apa-apanya.

Menjawab pertanyaan Dinamika Buruh, alasan apa yang dipakai dengan adanya PP tembakauan akan mengancam 30,5 juta jiwa terancam tergusur dari ruang sosialnya, Pak Haji yang juga Ketua DPD. Koordinator SPSI Sumatra itu menegaskan, pemerintah kurang atau tidak memper-hatikan nasib kaum pekerja industri rokok, petani tembakau, petani cengkeh. Pokoknya pekerja industri rokok dari hulu sampai hilir, termasuk para pedagang rokok di kios-kios maupun asongan yang jumlahnya ribuan.

Tenaga kerja yang terserap industri hasil tembakau lebih dari 6 juta orang diantaranya 1,5 juta petani dan buruh tani cengkeh, 600.000 buruh pabrik rokok linting dan ribuan pedagang eceran, pengasong, pekerja café, pekerja restoran, pekerja percetakan, advertising dan agensi semuanya terancam nasibnya. Jika seluruhnya di total tenaga kerja yang berhubungan tidak langsung dengan industri rokok, jumlahnya sangat fantastis 30,5 juta orang. Padahal menurut data bank dunia yang dicatat Dinamika Buruh, jumlah penduduk miskin bertambah pada tahun 2010, sebanyak 12,4 juta jiwa. Seluruh penduduk miskin di Indonesia dari 31 juta jiwa sebelumnya ditambah 12,4 juta jiwa menjadi 43,4 juta jiwa dari total penduduk Indonesia saat ini 234 juta jiwa.

Menurut Ekonom Senior Bank Dunia, Vivi Alatas sebagaimana terungkap dalam seminar, Indonesia Millenium Development Goals” di Bandung belum lama ini, “miskin” dikatagorikan dengan standar penghasilan dibawah Rp. 6.000 perhari. Karena kecerobohan pemerintah yang mau memaksakan berlakunya PP tembakau akan mengancam sekitar 30,5 juta jiwa yang dihidupi dari industri rokok, ditambah jumlah pen-duduk miskin yang telah terdata tahun 2010 sekitar 43,4 juta jiwa maka secara matematik jumlah yang akan menjadi miskin dan mengalami kecemasan hidup berkisar 73,9 juta jiwa.

Padahal, menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan. Pemerintah mau hantam kromo membuat peraturan yang hanya memperhitungkan aspek kesehatan, seolah hanya suatu kebijakan untuk menawarkan pola hidup sehat ansich dan mengabaikan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan tegaknya perekonomian bangsa ini dengan besaran penerimaan negara untuk Anggaran.

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari cukai rokok tahun 2010 yang ditarget-kan pemerintah meskipun lebih rendah dari tahun sebelumnya berkisar Rp. 55,9 trilyun. Rincian penerimaan Negara dalam lima tahun terakhir melalui cukai rokok tercatat mengalami kenaikan sejak lima tahun terakhir. Tahun 2004 sebesar Rp. 29 trilyun. Tahun 2005 Rp. 32,7 trilyun. Tahun 2006 Rp. 43,03 Trilyun. Tahun 207 Rp. 43,54 Trilyun. Tahun 2008 Rp. 49 Trilyun dan pada tahun 2009 Rp. 57,0 Trilyun.

Haji Mukhyir memang tidak bisa menyembunyikan kecuri-gaan adanya “tangan tangan iblis” koorporasi modal asing (internasional) dengan upaya sistimatis untuk menghancurkan industri rokok terutama kretek sebagai kekuatan industri nasional dan sekaligus pilar perekonomian nasional kita. Sebab - masih menurut Haji Mukhyir - industri hasil tem-bakau (IHT) adalah satu-satunya kekuatan ekonomi sektor riel masyarakat Indonesia yang telah teruji menghadapi krisis ekonomi (moneter) tahun 1998. Kretek merupakan nadi besar yang menghidupi bangsa ini, dari hulu sampai hilir. Industri rokok merupakan industri massal padat karya.

Menurut pendapat saya, tandas Haji Mukhyir, “Janganlah kita bermain api dengan rokok, mengapa kampanye anti rokok dengan gencar disosialisasikan pemerintah ? Karena ada upaya penghancuran ekonomi kita dengan dalih liberalisasi pasar. Korbannya antara lain, industri tekstil nasional lumpuh. Setelah tekstil, rokok coba diruntuhkan agar bangkrut. Industri rokok kretek kita adalah satu-satunya di dunia.

Sesudah sebelumnya berhasil mengobrak-abrik industri tekstil, sekarang industri rokok- memasuki tahun 2011 akan dilakukan pencabutan subsidi BBM. Harga premium akan naik dan pasti memberatkan masyarakat. Pertamina sebagai pemasar BBM bersubsidi pasti kehilangan omzet konsumen premium. Apa artinya ? Tanya Haji Mukhyir. Tanpa disadari, Pertamina BUMN andalan akan “dimatikan” dan masuklah perusahaan minyak asing pengisi BBM seperti British Petrolium (Amerika - Inggris), Shell (Belanda) Petro China (RRC), Petronas (Malaysia) dan Chevron Texaco (Amerika). Minyak dan gas sudah dikuasai asing. Minyak 70 persen dan gas 80 persen, maka lengkaplah penderitaan bangsa ini masuk perangkap penjajahan neoliberalisme. Targetnya, semua perusahaan yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak, kalau bisa diserahkan modal asing di bawah kibaran bendera penataan ekonomi global yang tidak lain adalah dominasi ekonomi imprialis Amerika Serikat.

Tapi jangan coba-coba mempermainkan industri rokok dan tembakau, 35,5 juta jiwa yang hidupnya tergantung industri rokok pasti melawan dan kalau ada peraturan pemerintah atau peraturan lainnya yang mau menghan-curkan industri rokok, kita akan tolak. Sambil berkelakar, H. Mukhyir mengakhiri keterangannya “saya sudah 50 tahun menjadi perokok berat, tapi hidupku tetap sehat”.. he, he.he.. (mas)

0 Responses for “ 30,5 Juta Jiwa Terancam Tergusur dari Ruang Sosialnya”

Leave a Reply

Recently Commented

Recent Entries

Photo Gallery